Entri Populer

PUISI

PUISI-PUISI  PILIHAN:

 LOMBANG SUMENEP MADURA
Oleh: Akhmad Nurhadi Moekri

lautnya puan
perbukitan pasirnya seikat siwalan
desau cemara desau saronen:
        _berhamburan pasangan sapi
          melintasi pelangi bermuara
          di samudera hatiku

di mataku bocah-bocah berenang
dan bagai patriot
bocah-bocah menyerbu patung-patung pasir
         _mereka bikin
           mereka tikam
           mereka bikin lagi

mataku samudera tawa bocah
Lombang menyimapan jejak sejarah
       _barangkali Jokotole bermain juga
         di sini
Lombang menyimpan jejak Tuhan
       _ini ayatNya, bacalah
Lombang menyimpan jejak cintaku
       _kini aku punya Novy dan Vita
Lombang menantang kita dengan sajaknya

dalam pestamu
kuhidangkan mataku!

                                 Sumenep, 8 Mei 1991

Catatan:
Puisi Lombang Sumenep Madura  dimuat dalam Bunga Rampai Puisi Pariwisata: Potret Pariwisata Indonesia dalam Puisi dengan Editor Lazuardi Adi Sage diterbitkan oleh Pustaka Komindo Jakarta 1991.


SAJAK-SAJAK KEPITING
Oleh: Akhmad Nurhadi Moekri 


                        (1)
Aku ingin merebusmu jadi kepiting
: pesta hujan.
Dan kuhangati badanku dengan lehermu
kau terengah di didih keringat: untuk apa
kau tendang langit. Kau desahkan namamu sendiri.
Atau tubuhmu menggelembung
lalu berantakan
Ombak berantakan di karang. Ada kepiting
Aku ingin merebusmu jadi kepiting

Kugigiti lehermu
Dengan teliti
                        (2)
Kepiting itu adalah kau
yang mencekik mimpiku jadi bangkai
jadi sampah jadi
serapah. Aku menikmatinya dengan getir
petani tembakau
yang gagal panen

kepiting itu merambat-rambat
di perut: aku jadi lapar puisi dahaga
perbukitan. Aku berpikir merebusmu

kukuliti dan kuserap dagingmu. Tidak
mengenyangkan pasir karang penyu perahu
angin. Tidak ada beliung hari ini

Tapi julurkan lidahmu potong
ujung beliung, Mainkan musik
mainkan gelombang mainkan
kehidupan
kepiting itu memaksaku melayangi
jalan tol menembusi plaza
menjadi virus dan bersemayam
di setiap situs. Ah, ada tamu!

Kepiting itu bersilancar
: Aku tidak melihat diriku. Hanya
matahari terbit. Langit terluka
hatiku berdarah

Kepiting itu jadi uap
Kabut jadi uap
Aku jadi uap

Tidak penting siapa
kepiting siapa
aku siapa
uap
                        (3)
Kepiting itu merampas rimba khayalku
Menjajahnya lantas diam-diam menghisapnya
Ludes. Aku tanpa khayal

Aku tanpa khayal
Kepiting: menggeluti tubuhmu berkarat
tajam dan menyedihkan. Kutepis
kepiting menjejali mulutku dengan batu
dengan bara. Hara hura haru

Tetap saja kepiting kusantap
Nikmat
                         (4)
kepiting yang kulahap
malamnya mencabik jantung
kepiting itu telah menjamah kelenting kuning
menjamah kelenting abang
kelenting biru
menjamah hasratku: inilah cinta
kata petir sambil menyambar
pucuk bukit
menara eiffel…

inilah cinta desis beliung
sambil memutar-mutar washington…
inilah cinta bisik gempa
sambil menggoyang tokyo,…
inilah cinta seru hujan
sambil menyirami hari
jadi gigil hati
jadi gigil jalan
jadi gigil cuaca
jadi gigil deru
jadi gigil
inilah cinta tutur lumpur
seraya menenggelamkam kota
jadi fosil
agama jadi fosil demokrasi
jadi fosil fosil suara fosil senyum
fosil manusia

inilah cinta sambil kukuliti
lantas kuhisap tuntas

kepiting tetap saja kau cabik
jantungku


                                                      Sumenep,

Catatan:
Sajak-Sajak Kepiting pernah diikutkan dalam sayembara Menulis Puisi 2010 yang diselenggarakan oleh  Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting Universitas Negeri Malang (UM)  pada tanggal 24 April 2010 dan memperoleh predikat Juara I  Cipta Puisi Kategori Umum.



KEMBARA
Oleh: Akhmad Nurhadi Moekri

ngembara bersama khidir
merobek kapal sendiri
tenggelamkah kita?


ngembara bersama khidir
menata tembok rumah tua
percumakah langkah kita?


ngembara bersama khidir
mencekik bocah
lucu-lucunya
ada yang mau tertawa?


berhentilah bertanya-tanya
pada desir waktu, dengarlah
pada hijau lumut, bacalah
pada kecipak air, sentuhlah


ikan perbekalan musa
menggelepar
menembus ombak
menembus jaman


ngembara bersama khidir
menyingkap hikmah
                                Sumenep, 4 Pebruari 2000


Catatan:
Puisi Kembara dimuat dalam   Majalah Apresiasi   Budaya Kidung Media Apresiasi Dewan Kesenian Jawa Timur  edisi khusus V-VI Maret-April 2001.  


DI BERANDA KELELAWAR


di beranda kelelawar
membawa malam
satu dari puluhan ribu malam
yang luput dari rekaman


jelas bukan malam pertaman
yang meletupkan gairah


apa yang luput
butir air  terciprat dari gerimis
butir kata  terlempar dari wacana

kelelawar menetes dari hujan
kelelawar menetes dari kata


kelelawar membaca malam
di beranda 
pada satu malam
yang luput dari catatan
                             2008 


(?)

ribuan kunang-kunang
gemerlap di matamu
kau bertanya
lagi-lagi aku tak mempu
menjawabnya

di ujung cemara ada bulan
apa kunang-kunang
di ujung bukit ada kunang-kunang
apa mimpi

kunang-kunang menuju langit
menggali tanya
                                   Sumenep, 3 Desember 2005
                 
NONTON PAMERAN

lukisan butuh utuh
yang tidak berkaki incar kakiku
yang tidak berhati incar hatiku
yang tidak bernyawa incar rohku

aku tidak lagi punya roh! teriaku
tapi orang-orang dalam lukisan
berlompatan menerkam
ingin merampas rohku
aku tidak lagi punya roh! teriaku
tapi orang-orang dalam._

mereka menuntut ditiupi roh
                                      Sumenep, 11 Mei 2009